Subscribe RSS

BPK bukan lembaga penyidik sehingga tak bisa menyatakan siapa yang harus bertanggung jawab. BPK tidak berhak menentukan siapa yang bersalah. BPK bukan kejaksaan, bukan kepolisian. Kita sekedar memeriksa, mengaudit.

Demikian jawaban Kepala BPK Purnomo Hadi, dalam Rapat Pansus Angket Bank Century hari Rabu (16/12/2009) malam, ketika tiga fraksi DPR - Fraksi Golkar, PDIP dan Gerindra, meminta Hadi menjelaskan siapa yang harus bertanggung jawab atas pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang.
Disini, saya tidak membahas kasus bank century, tetapi kekaguman saya atas profesionalitas Pak hadi dalam memegang etika profesi. Mengingatkan saya sebuah kisah yang saya sampaikan sebagai trainer dalam diklat SAM di Pekanbaru.

Alkisah, seorang ahli kunci yang sangat terkenal bermaksud mewariskan satu ilmu tertinggi dalam dunia perkuncian. Ahli kunci tersebut memiliki 2 orang murid yang sama-sama pandai. Setelah beberapa tahun dididik, mereka sudah mahir dan menguasai semua teknik membuka segala jenis gembok. Sayangnya, ilmu tertinggi tersebut hanya dapat diwariskan kepada satu orang yang benar-benar memenuhi kriteria. Oleh karena itu, untuk menentukan siapa pewarisnya, Si Ahli Kunci  menggelar sebuah ujian yang diadakan secara bersamaan.
Maka disiapkanlah dua peti yang tergembok rapat dan di dalamnya diisi satu bungkusan barang berharga. Kedua peti itu ditempatkan di dua kamar yang bersebelahan. Berikutnya, murid pertama dan murid kedua disuruh masuk kedalam kamar-kamar tadi secara bersamaan. ”Tugas kalian adalah membuka gembok peti-peti di dalam kamar itu. Ayo laksanakan....!” perintah Si Ahli Kunci. Tidak lama kemudian, murid pertama keluar lebih dahulu dan tampak berhasil menyelesaikan tugasnya. Sang Ahli Kunci bertanya, ”Bagus..kau berhasil. Apa isi peti itu?”
Dengan rasa percaya diri dan perasaan penuh kemenangan, murid pertama menjawab, ”Di dalam peti ada sebuah bungkusan, dan didalamnya ada sebuah permata yang berkilauan...indah sekali....”
Mendengar jawaban tersebut Si Ahli Kunci tersenyum. Ia segera menoleh ke arah murid kedua yang juga sudah menyelesaikan tugasnya dan menanyakan hal yang sama. Mengetahu dirinya kalah cepat dalam membuka peti, murid kedua hanya menjawab pelan, ”Saya hanya membuka gembok peti itu, lalu keluar. Saya tidak membuka petinya, apalagi melihat isinya.”
Mendengar jawaban itu, Sang Ahli Kunci tersenyum. ”Baiklah, berdasarkan hasil ujian tadi, maka kau murid kedua..Kaulah pemenangnya. Engkaulah yang akan mewarisi ilmu tertinggi dalam dunia perkuncian yang aku miliki,!!”
Keputusan itu kontan membuat murid pertama kaget ”Guru..bukankah saya yang berhasil membuka gembok lebih cepat. Mengapa justru dia yang dipilih sebagai pewaris ilmu tertinggi?”
Mendengar ungkapan kekecewaan murid pertamanya, Si Ahli Kunci tersenyum bijak. ”

Siapakah yang akan mewarisi ilmu dari Sang Ahli Kunci?

Murid-muridku, dengarlah...profesi kita adalah tukang kunci dan tugas kita adalah membantu orang membuka gembok yang kuncinya hilang atau rusak. Jika gembok sudah dibuka, tugas kita selesai. Kalau juga ingin melihat isinya itu berarti melanggar kode etik profesi kita sebagai ahli kunci...” ”Tidak peduli apapun pekerjaan kita, moral dan etika profesional harus dijunjung tinggi tanpa moral dan etika, maka seorang ahli kunci bisa dengan mudah beralih profesi menjadi pencuri”

Category: | 0 Comments

0 comments to “Etika dalam Profesi”